Coba Lihat Kategori Dibawah Ini. Ada Games Android, Cerita Unik & Lucu Juga Loe

Kamis, 22 Maret 2012

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN STROKE PADA LANSIA





ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN STROKE PADA LANSIA
BAB I
PENDAHULUAN

Kecenderungan pola penyakit neurologi terutama gangguan susunan saraf pusat tampaknya mengalami peningkatan penyakit akibat gangguan pembuluh darah otak, akibat kecelakaan serta karena proses degenerative system saraf tampaknya sedang merambah naik di Indonesia. Walaupun belum didapat data secara konkrit mengenai hal ini namun dari pengalaman terlihat sangat mencolok adanya perubahan ini.
Kemungkinan yang menjadi factor penyebab munculnya masalah ini adalah adanya perkembangan ekonomi dan perubahan gaya hidup terutama msayarakat perkotaan. Kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup terlihat semakin mudah sehingga meningkatkan hasratmereka untuk terus berjuang mencapai tujuan dengan penuh persaingan dalam perjuangan tersebut, mereka mendapatkan benturan-benturan fisik maupun psikologis akibatnya mereka tidak lagi memikirkan efek bagi kesehatan jangka panjang. Usia harapan hidup di Indonesia sekarang kian meningkat sehingga semakin banyak terdapat lansia. Dengan bertambahnya usia maka permasalahan kesehatan yang terjadi akan semakin kompleks. Salah satu penyakit yang sering dialami oleh lansia adalah stroke. Usia merupakan factor resiko yang paling penting bagi semua jenis stroke. Insiden stroke meningkat secara eksponensial dengan bertambahnya usia dan 1,25 kali lebih besar pada pria dibanding wanita.


BAB II
TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI
Stroke adalah suatu penyakit gangguan fungsi anatomi otak yang terjadi secara tiba-tiba dan cepat, disebabkan karena gangguan perdarahan otak. Stroke atau Cerebro Vasculer Accident (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak ( Brunner dan Suddarth, 2002 : hal. 2131 ). Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak ( Elizabeth J. Corwin, 2001 : hal. 181 ).
Stroke terdiri dari 2 jenis yaitu :
Stroke adalah sindrom yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat, berupa deficit neurologis fokal atau global yang langsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran otak non traumatic (Mansjoer 2000: 17)
Stroke adalah gangguan neurologik fokal yang dapat timbul sekunder dari proses patologis pada pembuluh darah serebral, misal: Trombosis, embolis, ruptura dinding pembuluh atau penyakit vaskuler dasar (Prince, 1995 : 964).
Menurut WHO stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh yang berlangsung dengan cepat. Berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan maut tanpa ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vaskuler. Persoalan pokok pada stroke adalah gangguan peredaran darah pada daerah otak tertentu (Mardjono, 2000: 54) yang menyatakan bahwa stroke adalah gangguan darah di pembuluh arteri yang menuju ke otak.

Menurut Lumbantobing (1994 : 5) kelainan yang terjadi akibat gangguan peredaran darah. Stroke dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1.    Infark Ischemik (Stroke non Hemoragi). Hal ini terjadi karena adanya penyumbatan pembuluh darah otak. Infark iskemic terbagi menjadi dua yaitu : stroke trombotik, yang disebabkan oleh thrombus dan stroke embolik, yang disebabkan oleh embolus.
Harsono (1993 : 30) membagi stroke non haemoragi berdasarkan bentuk klinisnya antara lain :
a.    Serangan Iskemia sepintas atau transient ischemic Attack (TIA).
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
b.  Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/ Reversible Ischemic Neurologik Defisit (RIND). Gejala neurologik timbul ± 24 jam, tidak lebih dari seminggu.
c.    Stroke Progresif (Progresive Stroke/ Stroke in evolution).
Gejala makin berkembang ke otak lebih berat.
d.    Completed Stroke
       Kelainan saraf yang sifatnya sudah menetap, tidak berkembang lagi.

2. Perdarahan (Stroke Hemoragi)
Terjadi pecahnya pembuluh darah otak.

B. ETIOLOGI
Stroke non haemoragi merupakan penyakit yang mendominasi kelompok usia menengah dan dewasa tua karena adanya penyempitan atau sumbatan vaskuler otak yang berkaitan erat dengan kejadian.
1. Trombosis Serebri
Merupakan penyebab stroke yang paling sering ditemui yaitu pada 40% dari semua kasus stroke yang telah dibuktikan oleh ahli patologis. Biasanya berkaitan erat dengan kerusakan fokal dinding pembuluh darah akibat anterosklerosis.
2. Embolisme
Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu flowess dalam jantung sehingga masalah yang dihadapi sesungguhnya merupakan perwujudan dari penyakit jantung.
Sedangkan menurut prince (1995 : 966) mengatakan bahwa stroke haemoragi disebabkan oleh perdarahan serebri. Perdarahan intracranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteria serebri. Ekstravasali darah terjadi dari daerah otak dan atau subaracnoid, sehingga jaringan yang terletak di dekatnya akan tergeser. Perdarahan ini dibedakan berdasarkan tempat terjadinya perdarahan.
Menurut Harsono ini dibedakan berdasarkan tempat terjadinya perdarahan antara lain:
Perdarahan Sub Arachnoid (PSA)
Kira-kira ¾ harus perdarahan sub arachnoid disebabkan oleh pecahnya seneusisma
5-6% akibat malformasi dari arteriovenosus. Perdarahan Intra Serebral (PIS)
Penyebab yang paling sering adalah hipertensi, dimana tekanan diastolic pecah.
Harsono (1999 : 60) membagi factor risiko yang dapat ditemui pada klien dengan Stroke yaitu:
Faktor risiko utama
a. Hipertensi
Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila pembuluh darah otak menyempit maka aliran darah ke otak akan terganggu dan sel-sel otak akan mengalami kematian.

b. Diabetes Mellitus
Debetes mellituas mampu ,menebalkan dinding pembuluh darah otak yang berukuran besar. Menebalnya pembuluh darah otak akan menyempitkan diameter pembuluh darah yang akan menggangu kelancaran aliran darah ke otak, pada akhirnya akan menyebabkan kematian sel- sel otak.

c. Penyakit Jantung
Beberapa Penyakit Jantung berpotensi menimbulkan strok. Dikemudian hari seperti Penyakit jantung reumatik, Penyakit jantung koroner dengan infark obat jantung dan gangguan irana denyut janung. Factor resiko ini pada umumnya akan menimbulkan hambatan atau sumbatan aliran darah ke otak karena jantung melepaskan sel- sel / jaringan- jaringan yang telah mati ke aliran darah.

d. Transient Ischemic Attack (TIA)
TIA dapat terjadi beberapa kali dalan 24 jam/ terjadi berkali- kali dalam seminggu. Makin sering seseorang mengalami TIA maka kemungkinan untuk mengalami stroke semakin besar.

Faktor Resiko Tambahan
a. Kadar lemak darah yang tinggi termasuk Kolesterol dan Trigliserida. Meningginya kadar kolesterol merupakan factor penting untuk terjadinya asterosklerosis atau menebalnya dinding pembuluh darah yang diikuti penurunan elastisitas pembuluh darah.
b. Kegemukan atau obesitas
c. Merokok
Merokok dapat meningkatkan konsentrasi fibrinogen yang akan mempermudah terjadinya penebalan dinding pembuluh darah dan peningkatan kekentalan darah.
d. Riwayat keluarga dengan stroke
e. Lanjut usia
f. Penyakit darah tertentu seperti polisitemia dan leukemia. Polisitemia dapat menghambat kelancaran aliran darah ke otak. Sementara leukemia/ kanker darah dapat menyebabkan terjadinya pendarahan otak.
g. Kadar asam urat darah tinggi
h. Penyakit paru- paru menahun.

C. MANIFESTASI KLINIK
Stroke ini menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori)
a. Kehilangan motorik : hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sesi otak yang berlawanan, hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh.
b. Kehilangan komunikasi : disartria (kesulitan bicara), disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara), apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya)
c. Gangguan persepsi: disfungsi persepsi visual, gangguan hubungan visual-spasial, kehilangan sensori
d. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis
e. Disfungsi kandung kemih
Gejala - gejala CVA muncul akibat daerah tertentu tak berfungsi yang disebabkan oleh terganggunya aliran darah ke tempat tersebut. Gejala itu muncul bervariasi, bergantung bagian otak yang terganggu. Gejala-gejala itu antara lain bersifat:
a. Sementara
Timbul hanya sebentar selama beberapa menit sampai beberapa jam dan hilang sendiri dengan atau tanpa pengobatan. Hal ini disebut Transient ischemic attack (TIA). Serangan bisa muncul lagi dalam wujud sama, memperberat atau malah menetap.
b. Sementara,namun lebih dari 24 jam
Gejala timbul lebih dari 24 jam dan ini dissebut reversible ischemic neurologic defisit (RIND)
c. Gejala makin lama makin berat (progresif)
Hal ini desebabkan gangguan aliran darah makin lama makin berat yang disebut progressing stroke atau stroke inevolution
d. Sudah menetap/permanent (Harsono,1996, hal 67)

D. PATOFISIOLOGI
1) Stroke Hemoragic
Perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama kasus gangguan pembuluh darah otak. Perdarahan serebral dapat terjadi di luar duramater (hemoragi ekstradural atau epidural), dibawah duramater, (hemoragi subdural), diruang subarachnoid (hemoragi subarachnoid) atau di dalam substansi otak (hemoragi intraserebral).
Hemoragi ekstradural (epidural) adalah kedaruratan bedah neuro yang memerlukan perawatan segera. Ini biasanya mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri dengan arteri meningea lain.
Hemoragi subdural (termasuk hemoragi subdural akut) pada dasarnya sama dengan hemoragi epidural, kecuali bahwa hematoma subdural biasanya jembatan vena robek. Karenanya, periode pembentukan hematoma lebih lama ( intervensi jelas lebih lama) dan menyebabkan tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin mengalami hemoragi subdural kronik tanpa menunjukkan tanda dan gejala.
Hemoragi subarachnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisma pada area sirkulus wilisi dan malformasi arteri-vena kongenital pada otak. Arteri di dalam otak dapat menjadi tempat aneurisma.
Hemoragi intraserebral paling umum pada pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral, karena perubahan degeneratif karena penyakit ini biasanya menyebabkan ruptur pembuluh darah. pada orang yang lebih muda dari 40 tahun, hemoragi intraserebral biasanya disebabkan oleh malformasi arteri-vena, hemangioblastoma dan trauma, juga disebabkan oleh tipe patologi arteri tertentu, adanya tumor otak dan penggunaan medikasi (antikoagulan oral, amfetamin dan berbagai obat aditif).
Perdarahan biasanya arterial dan terjadi terutama sekitar basal ganglia. Biasanya awitan tiba-tiba dengan sakit kepala berat. Bila hemoragi membesar, makin jelas defisit neurologik yang terjadi dalam bentuk penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital. Pasien dengan perdarahan luas dan hemoragi mengalami penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital.
2) Stroke Non Hemoragic
Terbagi atas 2 yaitu :
a) Pada stroke trombotik, oklusi disebabkan karena adanya penyumbatan lumen pembuluh darah otak karena thrombus yang makin lama makin menebal, sehingga aliran darah menjadi tidak lancer. Penurunan aliran arah ini menyebabakan iskemi yang akan berlanjut menjadi infark. Dalam waktu 72 jam daerah tersebut akan mengalami edema dan lama kelamaan akan terjadi nekrosis. Lokasi yang tersering pada stroke trombosis adalah di percabangan arteri carotis besar dan arteri vertebra yang berhubungan dengan arteri basiler. Onset stroke trombotik biasanya berjalan lambat.
b) Sedangkan stroke emboli terjadi karena adanya emboli yang lepas dari bagian tubuh lain sampai ke arteri carotis, emboli tersebut terjebak di pembuluh darah otak yang lebih kecil dan biasanya pada daerah percabangan lumen yang menyempit, yaitu arteri carotis di bagian tengah atau Middle Carotid Artery ( MCA ). Dengan adanya sumbatan oleh emboli akan menyebabkan iskemi

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa stroke antara lain adalah:
1. Angiografi
Arteriografi dilakukan untuk memperlihatkan penyebab dan letak gangguan. Suatu kateter dimasukkan dengan tuntunan fluoroskopi dari arteria femoralis di daerah inguinal menuju arterial, yang sesuai kemudian zat warna disuntikkan.
2. CT-Scan
CT-scan dapat menunjukkan adanya hematoma, infark dan perdarahan.
3. EEG (Elektro Encephalogram)
Dapat menunjukkan lokasi perdarahan, gelombang delta lebih lambat di daerah yang mengalami gangguan.
Pungsi Lumbal
- menunjukan adanya tekanan normal
- tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan
5. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
6. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena
7. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
(Doenges E, Marilynn,2000 hal 292)

F. KOMPLIKASI
Komplikasi utama pada stroke yaitu :
ü Hipoksia Serebral
ü Penurunan darah serebral
ü Luasnya area cedera
(Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)

G. PENATALAKSANAAN
1. Perawatan umum stroke
Ø Penatalaksanaan awal selama fase akut dan mempertahankan fungsi tubuh
Mengenai penatalaksanaan umum stroke, konsensus nasional pengelolaan stroke di Indonesia, 1999, mengemukakan hal-hal berikut:
· Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat, bila perlu berikan oksigen 0-2 L/menit sampai ada hasil gas darah.
· Kandung kemih yang penuh dikosongkan, sebaiknya dengan kateterisasi intermiten.
· Penatalaksanaan tekanan darah dilakukan secara khusus.
Asia Pacific Consensus on Stroke Manajement, 1997, mengemukakan bahwa peningkatan tekanan darah yang sedang tidak boleh diobati pada fase akut stroke iskemik. Konsensus nasional pengelolaan stroke di Indonesia, 1999, mengemukakan bahwa tekanan darah diturunkan pada stroke iskemik akut bila terdapat salah satu hal berikut :
- Tekanan sistolik > 220 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit.
- Tekanan diastolik > 120 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit.
- Tekanan darah arterial rata-rata > 130-140 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit.
- Disertai infark miokard akut/ gagal jantung atau ginjal akut.
Pada umumnya peningkatan tekanan darah pada fase akut stroke diakibatkan oleh :
o Stress daripada stroke
o Jawaban fisiologis dari otak terhadap keadaan hipoksia
o Tekanan intrakranial yang meninggi.
o Kandung kencing yang penuh
o Rasa nyeri.
Tekanan darah dapat berkurang bila penderita dipindahkan ke tempat yang tenang, kandung kemih dikosongkan, rasa nyeri dihilangkan, dan bila penderita dibiarkan beristirahat.
· Hiperglikemia atau hipoglikemia harus dikoreksi.
Keadaan hiperglikemia dapat dijumpai pada fase akut stroke, disebabkan oleh stres dan peningkatan kadar katekholamin di dalam serum. Dari percobaan pada hewan dan pengalaman klinik diketahui bahwa kadar glukosa darah yang meningkat memperbesar ukuran infark. Oleh karena itu, kadar glukosa yang melebihi 200 mg/ dl harus diturunkan dengan pemberian suntikan subkutan insulin.
Konsensus nasional pengelolaan stroke di Indonesia mengemukakan bahwa hiperglikemia ( >250 mg% ) harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu sekitar 150 mg% dengan insulin intravena secara drips kontinyu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia harus diatasi segera dengan memberikan dekstrose 40% intravena sampai normal dan diobati penyebabnya.
· Suhu tubuh harus dipertahankan normal.
Suhu yang meningkat harus dicegah, misalnya dengan obat antipiretik atau kompres. Pada penderita iskemik otak, penurunan suhu sedikit saja, misalnya 2-3 derajat celsius, sampai tingkat 33ºC atau 34 °C memberi perlindungan pada otak. Selain itu, pembentukan oxygen free radicals dapat meningkat pada keadaan hipertermia. Hipotermia ringan sampai sedang mempunyai efek baik, selama kurun waktu 2-3 jam sejak stroke terjadi, dengan memperlebar jendela kesempatan untuk pemberian obat terapeutik.
· Nutrisi peroral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik, bila terdapat gangguan menelan atau penderita dengan kesadaran menurun, dianjurkan melalui pipa nasogastrik.
· Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan. Pemberian cairan intravena berupa cairan kristaloid atau koloid, hindari yang mengandung glukosa murni atau hipotonik.
· Bila ada dugaan trombosis vena dalam, diberikan heparin dosis rendah subkutan, bila tidak ada kontra indikasi.
Terapi farmakologi yang dapat diberikan pada pasien stroke :
a. Antikoagulasi dapat diberikan pada stroke non haemoragic, diberikan sdalam 24 jam sejak serangan gejala-gejala dan diberikan secara intravena.
b. Obat antipletelet, obat ini untuk mengurangi pelekatan platelet. Obat ini kontraindikasi pada stroke haemorhagic.
c. Bloker kalsium untuk mengobati vasospasme serebral, obat ini merilekskan otot polos pembuluh darah.
d. Trental dapat digunakan untuk meningkatkan aliran darah kapiler mikrosirkulasi, sehingga meningkatkan perfusi dan oksigenasi ke jaringan otak yang mengalami iskemik.
Ø Kebutuhan psikososial
Gangguan emosional, terutama ansietas, frustasi dan depresi merupakan masalah umum yang dijumpai pada penderita pasca stroke. Korban stroke dapat memperlihatkan masalah-masalah emosional dan perilakunya mungkin berbeda dari keadaan sebelum mengalami stroke. Emosinya dapat labil, misalnya pasien mungkin akan menangis namun pada saat berikutnya tertawa, tanpa sebab yang jelas. Untuk itu, peran perawat adalah untuk memberikan pemahaman kepada keluarga tentang perubahan tersebut.
Hal-hal yang bisa dilakukan perawat antara lain memodifikasi perilaku pasien seperti seperti mengendalikan simulasi di lingkungan, memberikan waktu istirahat sepanjang siang hari untuk mencegah pasien dari kelelahan yang berlebihan, memberikan umpan balik positif untuk perilaku yang dapat diterima atau perilaku yang positif, serta memberikan pengulangan ketika pasien sedang berusaha untuk belajar kembali satu ketrampilan.
Ø Rehabilitasi selama di rumah sakit
Rehabilitasi di rumah sakit memerlukan pengkajian yang sistematik dan evaluassi dari defisit dan perbaikan fungsi pasien. Fokus perawatan adalah langsung membantu pasien belajar kembali kehilangan keterampilan yang dapat membentu kembali kemungkinan kemandirian pasien. Pada fase ini pasien dimonitor secara hati-hati untuk mencegah berkembangnya komplikasi yang lebih lanjut. Adapun intervensi yang dapat kita lakukan adalah sebagai berikut :
1. Anjurkan pasien untuk mengerjakan sendiri ”personal Hygiene” semampunya.
2. Ajarkan aktivitas kehidupan sehari-hari dengan menghargai cara pasien mengkompensasi ketidakmampuan pasien.
3. Anjurkan pasien untuk latihan di tempat tidur.
4. Berikan spesial perawatan kulit.
5. Berikan privacy dengan menggunakan penutup jika ia belajar keahlian baru seperti belajar makan sendiri.
6. Berikan support emosional.
7. Berikan empati pada perasaan klien.anjurkan keluarga untuk berpartisipasi.
Ø Perencanaan pasien pulang
Untuk mencegah kembalinya klien ke rumah sakit, diperlikan suatu program untuk membimbing klien dan keluarga yang tercakup dalam perencanaan pulang. Perencanaan pulang dilakukan segera setelah klien masuk rumah sakit, yang dilakukan oleh semua anggota tim kesehatan. Perencanaan pulang yang baik adalah perencanaan pulang yang tersentralisasi, terorganisir, dan melibatkan berbagai anggota tim kesehatan.
Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan melalui asuhan keperawatan mutlak harus mengikuti dan berperan aktif dalam mementukan rencana pemulangan klien, sehingga klien mendapatkan pelayanan yang holistik dan komprehensif.
Tujuan perencanaan pulang :
a. Mempersiapkan klien untk menyesuaikan diri dengan rumah dan masyarakat.
b. Agar klien dan keluarga mempunyai pengetahuan dan ketrampilan serta sikap dalam memperbaiki dan mempertahankan status kesehatannya.
c. Agar klien dan keluarga dapat menerima keadaan diri klien jika terdapat gejala sisa ( cacat ).
d. Membantu merujuk klien ke pelayanan kesehatan lain.
Mengingat banyaknya informasi dan pendidikan yang harus diterima oleh klien selama perawatan maupun dalam persiapan untuk pulang, maka prinsip belajar mengajar juga harus diperhatikan dalam proses rencana pemulangan.
Informasi untuk klien dan keluarga :
a. Gunakan bahasa yang sederhana, jelas dan ringkas.
b. Jelaskan langkah-langkah dalam melaksanakan perawatan.
c. Perkuat penjelasan lisan dengan instruksi tertulis, jika klien bisa membaca.
d. Motivasi klien mengikuti langkah-langkah tersebut selama perawatan dan pengobatan.
e. Kenali tanda-tanda dan gejala komplikasi yabg harus dilaporkan kepada tim kesehatan.
f. Anjurkan keluarga untuk berpartisipasi aktif dalam pengawasan dan perawatan klien.
g. Berikan keluarga nomor penting yang dapat dihubungi bila klien perlu pertolongan medis.


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

I. Pengkajian
1. Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif:
- kesulitan dalam beraktivitas : kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis.
- mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot )
Data obyektif:
- Perubahan tingkat kesadaran
- Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ) , kelemahan umum.
- gangguan penglihatan
2. Sirkulasi
Data Subyektif:
- Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung , endokarditis bacterial ), polisitemia.
Data obyektif:
- Hipertensi arterial
- Disritmia, perubahan EKG
- Pulsasi : kemungkinan bervariasi
- Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
3. Integritas ego
Data Subyektif:
- Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
Data obyektif:
- Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan , kegembiraan
- kesulitan berekspresi diri

4. Eliminasi
Data Subyektif:
- Inkontinensia, anuria
- distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ), tidak adanya suara usus( ileus paralitik )
5. Makan/ minum
Data Subyektif:
- Nafsu makan hilang
- Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK
- Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia
- Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah
Data obyektif:
- Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan faring )
- Obesitas ( factor resiko )
6. Sensori neural
Data Subyektif:
- Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA )
- nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.
- Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati
- Penglihatan berkurang
- Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada muka ipsilateral ( sisi yang sama)
- Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
Data obyektif:
- Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan , gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif
- Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam ( kontralateral )
- Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )
- Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.
- Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil
- Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
- Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi lateral
7. Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
- Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
Data obyektif:
- Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial
8. Respirasi
Data Subyektif:
- Perokok ( factor resiko )
Tanda:
- Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas
- Timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur
- Suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
9.Keamanan
Data obyektif:
- Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
- Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
- Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali
- Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh
- Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang kesadaran diri
10. Interaksi social
Data obyektif:
- Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi
11. Pengajaran / pembelajaran
Data Subjektif :
- Riwayat hipertensi keluarga, stroke
- penggunaan kontrasepsi oral
12. Pertimbangan rencana pulang
- menentukan regimen medikasi / penanganan terapi
- bantuan untuk transportasi, shoping , menyiapkan makanan , perawatan diri dan pekerjaan rumah
(Doenges E, Marilynn,2000 hal 292)

II. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d terputusnya aliran darah : penyakit oklusi, perdarahan, spasme pembuluh darah serebral, edema serebral.
Dibuktikan oleh :
- Perubahan tingkat kesadaran , kehilangan memori
- Perubahan respon sensorik / motorik, kegelisahan
- Defisit sensori , bahasa, intelektual dan emosional
- Perubahan tanda-tanda vital
Tujuan Pasien / kriteria evaluasi ;
- Terpelihara dan meningkatnya tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi sensori / motorik
- Menampakan stabilisasi tanda vital dan tidak ada PTIK
- Peran pasien menampakan tidak adanya kemunduran / kekambuhan

Intervensi :
- Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan situasi individu/ penyebab koma / penurunan perfusi serebral dan potensial PTIK
- Monitor dan catat status neurologis secara teratur
- Monitor tanda-tanda vital
- Evaluasi pupil 9 ukuran bentuk kesamaan dan reaksi terhadap cahaya 0
- Bantu untuk mengubah pandangan , misalnya pandangan kabur, perubahan lapang pandang / persepsi lapang pandang
- Bantu meningkatakan fungsi, termasuk bicara jika pasien mengalami gangguan fungsi
- Kepala dielevasikan perlahan lahan pada posisi netral.
- Pertahankan tirah baring , sediakan lingkungan yang tenang , atur kunjungan sesuai indikasi
Kolaborasi
- Berikan suplemen oksigen sesuai indikasi
- Berikan medikasi sesuai indikasi :
· Antifibrolitik, misal aminocaproic acid ( amicar )
· Antihipertensi
· Vasodilator perifer, missal cyclandelate, isoxsuprine.
· Manitol
2. Ketidakmampuan mobilitas fisik b.d kelemahan neuromuskular, ketidakmampuan dalam persespi kognitif
Dibuktikan oleh :
- Ketidakmampuan dalam bergerak pada lingkungan fisik : kelemahan, koordinasi, keterbatasan rentang gerak sendi, penurunan kekuatan otot.
Tujuan Pasien / kriteria evaluasi ;
- Tidak ada kontraktur, foot drop.
- Adanya peningkatan kemampuan fungsi perasaan atau kompensasi dari bagian tubuh
- Menampakan kemampuan perilaku / teknik aktivitas sebagaimana permulaannya
- Terpeliharanya integritas kulit
Intervensi :
- Ubah posisi tiap dua jam ( prone, supine, miring )
- Mulai latihan aktif / pasif rentang gerak sendi pada semua ekstremitas
- Topang ekstremitas pada posis fungsional , gunakan foot board pada saat selama periode paralysis flaksid. Pertahankan kepala dalam keadaan netral
- Evaluasi penggunaan alat bantu pengatur posisi
- Bantu meningkatkan keseimbangan duduk
- Bantu memanipulasi untuk mempengaruhi warna kulit edema atau menormalkan sirkulasi
- Awasi bagian kulit diatas tonjolan tulang
Kolaborasi
- Konsul ke bagian fisioterapi
- Bantu dalam meberikan stimulasi elektrik
- Gunakan bed air atau bed khusus sesuai indikasi
3. Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan sirkulasi serebral, gangguan neuromuskuler, kehilangan tonus otot fasial / mulut, kelemahan umum / letih.
Ditandai :
- Gangguan artikulasi
- Tidak mampu berbicara / disartria
- ketidakmampuan moduasi wicara , mengenal kata , mengidentifikasi objek
- Ketidakmampuan berbicara atau menulis secara komprehensif.
Tujuan pasien / kriteria evaluasi
- Pasien mampu memahami problem komunikasi
- Menentukan metode komunikasi untuk berekspresi
- Menggunakan sumber bantuan dengan tepat
Intervensi :
- Bantu menentukan derajat disfungsi
- Bedakan antara afasia dengan disartria
- Sediakan bel khusus jika diperlukan
- Sediakan metode komunikasi alternatif
- Antisipasi dan sediakan kebutuhan pasien
- Bicara langsung kepada pasien dengan perlahan dan jelas
- Bicara dengan nada normal
Kolaborasi :
- Konsul dengan ahli terapi wicara
4. Perubahan persepsi sensori b.d penerimaan perubahan sensori transmisi, perpaduan ( trauma / penurunan neurologi), tekanan psikologis ( penyempitan lapangan persepsi disebabkan oleh kecemasan)
Ditandai ;
- Disorientasi waktu, tempat , orang
- Perubahan pola tingkah aku
- Konsentrasi jelek, perubahan proses pikir
- Ketidakmampuan untuk mengatakan letak organ tubuh
- Perubahan pola komunikasi
- Ketidakmampuan mengkoordinasi kemampuan motorik.
Tujuan / kriteria hasil :
- Dapat mempertahakan level kesadaran dan fungsi persepsi pada level biasanya.
- Perubahan pengetahuan dan mampu terlibat
- Mendemonstrasikan perilaku untuk kompensasi
Intervensi :
- Kaji patologi kondisi individual
- Evaluasi penurunan visual
- Lakukan pendekatan dari sisi yang utuh
- Sederhanakan lingkungan
- Bantu pemahaman sensori
- Beri stimulasi terhadap sisa-sisa rasa sentuhan
- Lindungi psien dari temperatur yang ekstrim
- Pertahankan kontak mata saat berhubungan
- Validasi persepsi pasien
5. Kurang perawatan diri b.d kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol /koordinasi otot
Ditandai dengan :
- Kerusakan kemampuan melakukan AKS misalnya ketidakmampuan makan ,mandi, memasang/melepas baju, kesulitan tugas toileting
Kriteria hasil:
- Melakukan aktivitas perwatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri
- Mengidentifikasi sumber pribadi /komunitas dalam memberikan bantuan sesuai kebutuhan
- Mendemonstrasikan perubahan gaya hidup untuk memenuhi kenutuhan perawatan diri
Intervensi:
- Kaji kemampuan dantingkat kekurangan (dengan menggunakan skala 1-4) untuk melakukan kebutuhan sehari-hari
- Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan pasien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan
- Kaji kemampuan pasien untuk berkomunikasi tentang kebutuhannya untuk menghindari dan atau kemampuan untuk menggunakan urinal,bedpan.
- Identifikasi kebiasaan defekasi sebelumnya dan kembalikan pada kebiasaan pola normal tersebut. Kadar makanan yang berserat, Anjurkan untuk minum banyak dan tingkatkan aktivitas.
- Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan atau keberhasilannya.
Kolaborasi;
- Berikan supositoria dan pelunak feses
- Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/okupasi
6. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d kerusakan batuk, ketidakmampuan mengatasi lendir
Kriteria hasil:
- Pasien memperlihatkan kepatenan jalan napas
- Ekspansi dada simetris
- Bunyi napas bersih saaatauskultasi
- Tidak terdapat tanda distress pernapasan
- GDA dan tanda vital dalam batas normal
Intervensi:
- Kaji dan pantau pernapasan, reflek batuk dan sekresi
- Posisikan tubuh dan kepala untuk menghindari obstruksi jalan napas dan memmberikan pengeluaran sekresi yang optimal
- Penghisapan sekresi
- Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi jalan napas setiap 4 jam
- Berikan oksigenasi sesuai advis
- Pantau BGA dan Hb sesuai indikasi
7. Gangguan pemenuhan nutrisi b.d reflek menelan turun,hilang rasa ujung lidah
Ditandai dengan:
- Keluhan masukan makan tidak adekuat
- Kehilangan sensasi pengecapan
- Rongga mulut terinflamasi
Kriteria evaluasi:
- Pasien dapat berpartisipasi dalam intervensi spesifik untuk merangsang nafsu makan
- BB stabil
- Pasien mengungkapkan pemasukan adekuat
Intervensi;
- Pantau masukan makanan setiap hari
- Ukur BB setiap hari sesuai indikasi
- Dorong pasien untukmkan diit tinggi kalori kaya nutrien sesuai program
- Kontrol faktor lingkungan (bau, bising), hindari makanan terlalu manis,berlemak dan pedas. Ciptakan suasana makan yang menyenangkan
- Identifikasi pasien yang mengalami mual muntah

Kolaborasi:
- Pemberian anti emetic dengan jadwal reguler
- Vitamin A,D,E dan B6
- Rujuk ahli diit
- Pasang /pertahankan slang NGT untuk pemberian makanan enteral
(DoengesE, Marilynn,2000 hal 293-305)
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Stroke adalah suatu penyakit gangguan fungsi anatomi otak yang terjadi secara tiba-tiba dan cepat, disebabkan karena gangguan perdarahan otak. Stroke juga menjadi salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologis yang utama. Stroke dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
Infark Ischemik (Stroke non Hemoragi)
Hal ini terjadi karena adanya penyumbatan pembuluh darah otak
Perdarahan (Stroke Hemoragi)
Terjadi pecahnya pembuluh darah otak.
Faktor-faktor risiko yang dapat ditemui pada klien dengan stroke yaitu:
Faktor risiko utama
a. Hipertensi
b. Diabetes Melitus
c. Penyakit Jantung
d. Transient Ischemic Attack (TIA)
Faktor resiko tambahan
a. Kadar lemak darah yang tinggi termasuk kolesterol dan trigliserida
b. Kegemukan atau obesitas
c. Merokok
d. Riwayat keluarga dengan stroke
e. Lanjut Usia
f. Penyakit darah tertentu seperti polisitemia dan leukemia
g. Kadar asam urat darah tinggi
h. Penyakit paru-paru menahun

B. Saran
Dari uraian diatas dapat kami sarankan sebaiknya para pembaca khususnya perawat dengan kasus stroke mengetahui tentang:
Faktor-faktor resiko yang dapat ditemui pada klien dengan stroke
laboratorium yang perlu dilakukan
Cara penatalaksanaan pada stroke.

DAFTAR PUSTAKA


  1. Ancowitz, A. 1993. The Stroke Book. New York : William Morrow and Company, inc.
  2. Hudak Gallo. 1997. Keperawatan Kritis Edisi VI Volume II. Jakarta : EGC.
  3. Lumbantobing. 2001. Neurogeriatri. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
  4. Marilynn E, Doengoes, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC.
  5. Pahria, Tuti, dkk. 1996. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : EGC.


Hai Gan..Jangan Lupa Baca Artikel Ini Ya :

0 komentar:

Posting Komentar

Like Us Facebook